Efek Radiasi Terhadap Manusia
Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan
yang dapat terjadi: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika
berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagian energinya. Energi
radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur (panas) pada bahan (atom) yang
berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain, semua energi radiasi yang terserap
di jaringan biologis akan muncul sebagai panas melalui peningkatan vibrasi (getaran) atom
dan struktur molekul. Ini merupakan awal dari perubahan
kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis yang merugikan.
Satuan dasar dari jaringan biologis adalah sel. Sel
mempunyai inti sel yang merupakan pusat pengontrol sel.
Sel terdiri dari 80% air dan 20% senyawa biologis kompleks. Jika radiasi pengion menembus jaringan, maka dapat mengakibatkan
terjadinya ionisasi dan menghasilkan radikal bebas,
misalnya radikal bebas hidroksil (OH), yang terdiri dari atom oksigen dan atom hidrogen.
Secara kimia, radikal bebas sangat reaktif dan dapat mengubah molekul-molekul penting
dalam sel.
DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan salah
satu molekul yang terdapat di inti sel, berperan untuk mengontrol struktur dan fungsi sel
serta menggandakan dirinya sendiri.
Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel. Pertama, radiasi dapat mengionisasi langsung molekul DNA
sehingga terjadi perubahan kimiawi pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi
secara tidak langsung, yaitu jika DNA berinteraksi dengan radikal bebas hidroksil.
Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA tersebut, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat menyebabkan efek biologis yang merugikan, misalnya timbulnya kanker maupun
kelainan genetik.
Pada dosis rendah, misalnya dosis radiasi latar belakang
yang kita terima sehari-hari, sel dapat memulihkan dirinya sendiri dengan sangat cepat.
Pada dosis lebih tinggi (hingga 1 Sv), ada kemungkinan sel tidak dapat memulihkan dirinya
sendiri, sehingga sel akan mengalami kerusakan permanen atau mati. Sel yang mati relatif
tidak berbahaya karena akan diganti dengan sel baru. Sel yang mengalami kerusakan permanen
dapat menghasilkan sel yang abnormal ketika sel yang rusak tersebut membelah diri. Sel
yang abnormal inilah yang akan meningkatkan risiko tejadinya kanker pada manusia akibat
radiasi.
Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung pada
seberapa banyak dosis yang diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan
secara akut (dalam jangka waktu seketika) atau secara gradual (sedikit demi sedikit).
Sebagai contoh, radiasi gamma
dengan dosis 2 Sv (200 rem) yang diberikan pada seluruh tubuh dalam waktu 30 menit akan
menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada beberapa persen manusia yang terkena dosis
tersebut, dan kemungkinan satu persen akan meninggal dalam waktu satu atau dua bulan
kemudian. Untuk dosis yang sama tetapi diberikan dalam rentang waktu satu bulan atau
lebih, efek sindroma radiasi akut tersebut tidak terjadi.
Contoh lain, dosis radiasi akut sebesar 3,5 – 4 Sv
(350 – 400 rem) yang diberikan seluruh tubuh akan menyebabkan kematian sekitar 50%
dari mereka yang mendapat radiasi dalam waktu 30 hari kemudian. Sebaliknya, dosis yang
sama yang diberikan secara merata dalam waktu satu tahun tidak menimbulkan akibat yang
sama.
Selain bergantung pada jumlah dan laju dosis, setiap organ
tubuh mempunyai kepekaan yang berlainan terhadap radiasi, sehingga efek yang ditimbulkan
radiasi juga akan berbeda.
Sebagai contoh, dosis terserap
5 Gy atau lebih yang diberikan secara sekaligus pada seluruh tubuh dan tidak langsung
mendapat perawatan medis, akan dapat mengakibatkan kematian karena terjadinya kerusakan
sumsum tulang belakang serta saluran pernapasan dan pencernaan. Jika segera dilakukan
perawatan medis, jiwa seseorang yang mendapat dosis terserap 5 Gy tersebut mungkin dapat
diselamatkan. Namun, jika dosis terserapnya mencapai 50 Gy, jiwanya tidak mungkin
diselamatkan lagi, walaupun ia segera mendapatkan perawatan medis.
Jika dosis terserap 5 Gy tersebut diberikan secara
sekaligus ke organ tertentu saja (tidak ke seluruh tubuh), kemungkinan besar tidak akan
berakibat fatal. Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy yang diberikan sekaligus ke kulit
akan menyebabkan eritema. Contoh lain, dosis yang sama
jika diberikan ke organ reproduksi akan menyebabkan mandul.
Efek radiasi yang langsung terlihat ini disebut Efek Deterministik. Efek ini hanya muncul jika dosis
radiasinya melebihi suatu batas tertentu, disebut Dosis
Ambang.
Efek deterministik bisa juga terjadi dalam jangka waktu
yang agak lama setelah terkena radiasi, dan umumnya tidak berakibat fatal. Sebagai contoh,
katarak dan kerusakan kulit dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah terkena
dosis radiasi 5 Sv atau lebih.
Jika dosisnya rendah, atau diberikan dalam jangka waktu
yang lama (tidak sekaligus), kemungkinan besar sel-sel tubuh akan memperbaiki dirinya
sendiri sehingga tubuh tidak menampakkan tanda-tanda bekas terkena radiasi. Namun
demikian, bisa saja sel-sel tubuh sebenarnya mengalami kerusakan, dan akibat kerusakan
tersebut baru muncul dalam jangka waktu yang sangat lama (mungkin berpuluh-puluh tahun
kemudian), dikenal juga sebagai periode laten. Efek radiasi yang tidak langsung terlihat
ini disebut Efek Stokastik.
Efek stokastik ini tidak dapat dipastikan akan terjadi,
namun probabilitas terjadinya akan semakin besar apabila dosisnya juga bertambah besar dan
dosisnya diberikan dalam jangka waktu seketika. Efek stokastik ini mengacu pada penundaan
antara saat pemaparan radiasi dan saat penampakan efek yang terjadi akibat pemaparan
tersebut. Kecuali untuk leukimia yang dapat berkembang dalam waktu 2 tahun, efek pemaparan
radiasi tidak memperlihatkan efek apapun dalam waktu 20 tahun atau lebih.
Salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker.
Penyebab sebenarnya dari penyakit kanker tetap tidak diketahui. Selain dapat disebabkan
oleh radiasi pengion, kanker dapat pula disebabkan oleh zat-zat lain, disebut zat
karsinogen, misalnya asap rokok, asbes dan ultraviolet. Dalam kurun waktu sebelum periode
laten berakhir, korban dapat meninggal karena penyebab lain. Karena lamanya periode laten
ini, seseorang yang masih hidup bertahun-tahun setelah menerima paparan radiasi ada
kemungkinan menerima tambahan zat-zat karsinogen dalam kurun waktu tersebut. Oleh karena
itu, jika suatu saat timbul kanker, maka kanker tersebut dapat disebabkan oleh zat-zat
karsinogen, bukan hanya disebabkan oleh radiasi.
Filosofi Proteksi Radiasi
Mengingat radiasi dapat membahayakan kesehatan, maka
pemakaian radiasi perlu diawasi, baik melalui peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
pemanfaatan radiasi dan bahan-bahan radioaktif, maupun
adanya badan pengawas yang bertanggungjawab agar
peraturan-peraturan tersebut diikuti. Di Indonesia, badan pengawas tersebut adalah Bapeten
(Badan Pengawas Tenaga Nuklir).
Filosofi proteksi radiasi
yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International
Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang mengatur
pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut:
- Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi,
- Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai azas optimasi,
- Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi.
Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin
merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan, tidak hanya untuk radiasi tetapi juga
untuk semua hal yang membahayakan lingkungan. Mengingat bahwa tidak mungkin menghilangkan
paparan radiasi secara keseluruhan, maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang
optimal sesuai dengan kebutuhan dan manfaat dari sisi kemanusiaan.
Menurut Bapeten, nilai batas dosis dalam satu
tahun untuk pekerja radiasi
adalah 50 mSv (5 rem), sedang untuk masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem). Menurut
laporan penelitian UNSCEAR, secara rata-rata setiap orang menerima dosis 2,8 mSv
(280 mrem) per tahun, berarti seseorang hanya akan menerima sekitar setengah dari
nilai batas dosis untuk masyarakat umum.
Ada dua catatan yang berkaitan dengan nilai batas dosis ini. Pertama,
adanya anggapan bahwa nilai batas ini menyatakan garis yang tegas antara aman dan tidak
aman. Hal ini tidak seluruhnya benar. Nilai batas ini hanya menyatakan batas dosis radiasi
yang dapat diterima oleh pekerja atau masyarakat, sejauh pengetahuan yang ada hingga saat
ini. Yang lebih penting dari pemakaian nilai batas ini adalah diterapkannya prinsip ALARA
pada setiap pemanfaatan radiasi. Kedua, adanya perbedaan nilai batas dosis untuk pekerja
radiasi dan masyarakat umum. Nilai batas ini berbeda karena pekerja radiasi dianggap dapat
menerima risiko yang lebih besar (dengan kata lain, menerima keuntungan yang lebih besar)
daripada masyarakat umum, antara lain karena pekerja radiasi mendapat pengawasan dosis
radiasi dan kesehatan secara berkala.
sumber : http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/proteksiradiasi/pengenalan_radiasi/3-2.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar